SKRIPSI; KONSEP SPIRITUAL QUOTIENT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
KONSEP SPIRITUAL QUOTIENT DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang
Esensi pendidikan adalah proses transformasi nilai dari pendidik kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak. Pendidikan juga mempunyai tanggung jawab besar dalam rangka membangun, membina dan mengembangkan kualitas manusia yang dilakukan terstruktur dan terprogram serta berkelanjutan. Dinamika dan tuntutan yang berkembang dalam masarakat harus diiringin dengan dinamika lembaga pendidikan baik formal maupun non formal.[1]
Akan tetapi. pendidikan bukan hanya berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa kecerdasan dan ketrampilan dari generasi tua ke generasi muda, tetapi juga berarti mengembangkan berbagai potensi-potensi individu untuk kegunaan individu itu sendiri dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat.
Dalam interaksi pendidikan tersebut, manusia dengan segala potensinya dapat dilayani dan dibimbing, sehingga muncullah berbagai ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia pada taraf kualitas maksimal.
Untuk memanusiakan manusia serta mewujudkan manusia yang berkualitas dan ideal, maka institusi penyelenggara pendidikan seharusnya memperhatikan aspek kecerdasan spiritual disamping kecerdasan inteligensi dan kecerdasan emosi. Sebab setiap individu memiliki potensi spiritual yang mampu untuk dikembangkan sejak masih kecil hingga ia dewasa kelak.
Dalam perspektif Islam, pendidikan dianggap sebagai institusi yang amat penting peranannya di dalam mewarnai dan mengarahkan proses perubahan di dalam masyarakat. Dengan demikian pendidikan Agama Islam yang pada hakekatnya bertujuan untuk mengembangkan potensi keberagaman manusia, dituntut mampu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yakni beriman, berilmu, dan bertaqwa agar mereka mampu mengolah, mengembangkan dan menyesuaikan perilaku keagamaan sesuai dengan tuntutan zaman. Bukan sumber daya yang lemah yang terbawa oleh arus globalisasi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agamanya.[2]
Dengan demikian penting bagi manusia untuk menggali konsep pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, terutama untuk membentuk manusia muslim yang memiliki keilmuan dan intelektual yang handal tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritual. Sebab, kecerdasan seseorang dalam penguasaan ilmu pengetahuan tanpa didasari spiritual justru akan hancur dan fatal akibatnya. Hal ini diibaratkan dengan manusia yang berjalan di hutan tanpa arah yang jelas, tanpa peta, tanpa bekal dan tanpa kesiapan mental untuk menghadapi hambatan-hambatan yang akan di hadapi. Oleh karena itu, manusia yang demikian pastilah akan menemukan kesesatan dan kehinaan dalam hidupnya, yang cenderung akan selalu berbuat sesuai kehendak sendiri tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di sekitarnya.
Seluruh sistem pendidikan berbagai bangsa di seluruh era sejarah, menempatkan kebaikan perilaku dan kejujuran, sebagai unsur dari tujuan yang hendak dicapai. Dalam sistem pendidikan Islam, kebaikan dan kejujuran perilaku peserta didik dicapai melalui pembelajaran bidang studi akhlak yang ditelakkan di atas pondasi kepercayaan iman dan dibangun melalui bidang studi tauhid. Melalui pendidikan yang demikian, diharapkan tumbuh sebuah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang menjunjung tinggi moralitas kebaikan dan kejujuran. Namun demikian, kejahatan dan perilaku criminal terus saja muncul dalam kehidupan bermasyarakat.[3]
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa, ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dirinya secara utuh. Banyak sekali manusia yang saat ini menjalani hidup yang penuh luka dan berantakan, mereka merindukan keharmonisan dan kebahagiaan dalam hidupnya. SQ adalah kecerdasan yang berada dibagian diri seseorang yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikir sadar.[4] Dengan SQ manusia tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada tetapi secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, sehingga seseorang dapat mengetahui apakah tindakan atau jalan hidupnya lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan spiritual membimbing seseorang untuk mendidik hati menjadi benar dengan menggunakan metode; pertama, jika seseorang mendefinisikan manusia sebagai kaum beragama, tentu SQ mengambil metode vertical yaitu bagaimana SQ dapat mendidik hati seseorang untuk menjalin hubungan dengan Tuhannya. Islam menegaskan dalam al-Qur’an untuk berdzikir, karena dzikir berkorelasi positif dengan ketenangan jiwa dan menjadikan hati seseorang dalam kedamaian dan penuh kesempurnaan secara spiritual. Kedua implikasinya secara horizontal, SQ, mendidik hati seseorang ke dalam budi pekerti yang baik dan moral yang beradab. Pendidikan moral dan budi pekerti yang baik, seharusnya menjadi bagian intrinsic dalam kurikulum pendidikan, sehingga sikap-sikap terpuji dapat ditanamkan dalam diri siswa sejak usia dini yang memberikan bekas dan pengaruh kuat dalam perilaku siswa di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.[5]
Spiritual dalam Islam bersinggungan makna dengan kalbu. Kalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran Ilahiyah yakni ruh. Ruh dalam pandangan Imam Al-Ghazali memiliki sifat rohani, halus, atau gaib. Ini artinya bahwa dengan ruh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri, tuhannya, mencapai ilmu yang bermacam-macam, berperikemanusiaan, berakhlak yang baik dan berbeda dengan binatang. Dan penciptaan ruh sendiri pada hakekatnya adalah menyatu dengan jasad untuk kembali kepada Tuhan. Dengan demikian yang dimaksud dengan pembentukan jiwa spiritual merupakan upaya membentuk pribadi seseorang untuk memiliki kecerdasan kalbu yang paripurna yang termanifestasi dalam bentuk ketaqwaan dan keyakinan yang mantap serta memiliki akhlak yang mulia sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.[6]
Proses modernisasi yang ditandai dengan tingkat perkembangan ilmu dan tenologi yang semakin canggih, membawa dampak yang signifikan bagi perubahan bangsa ini. Salah satu dampak atau pengaruh dari proses modernisme ini adalah munculnya nilai-nilai baru yang berbeda dari nilai-nilai lama. Sehingga tampak adanya kemelut dan kondisi suram dalam kehidupan masyarakat. Kemelut ini berbentuk terjadinya bentrokan-bentrokan antara nilai-nilai yang telah sejak lama berlaku dan yang dipertahankan dengan nilai-nilai baru yang datang dari luar. Penyakit-penyakit modern seperti konsumeristik, individualistic, materialistic serta hedonistic yang bertentangan dengan nilai luhur bangsa disebabkan karena kebebasan manusia yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan ketimpangan aspek-aspek kehidupan, serta runtuhnya moralitas bangsa yang pada gilirannya mengakibatkan wabah kegersangan spiritual.
Akibat yang diterima dari kondisi tersebut adalah krisi multidimensi yang melanda bangsa ini. Indonesia tidak hanya runtuh ekonominya tetapi kondisi sosial menunjukkan bahwa bangsa ini juga mengalami krisis moral dan kepercayaan yang sangat kuat. Terlebih lagi sesuatu yang sedang melanda generasi penerus yaitu para pelajar. Tindak kejahatan, tawuran, dan pelanggaran HAM serta penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang dilakukan oleh pengajar terjadi pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Para pelajar sudah tidak malu lagi melakukan tindakan-tindakan criminal yang meresahkan masyarakat. Hal ini terlihat jelas dalam realita sosial di mana setiap hari dapat disaksikan baik melalui media cetak maupun elektronik di mana kenakalan-kenakalan remaja seperti tawuran, sex bebas, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang akhirnya membawa korban terjadi setiap hari dan frekuensinya pun sangat mengkhawatirkan.[7]
Bertolak dari pemikiran-pemikiran inilah nampaknya menarik untuk mencari format tentang “KONSEP SPIRITUAL QUOTIENT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang penulis uraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep umum tentang spiritual quotient?
2. Bagaimanakah konsep spiritual quotient dalam perspektif Pendidikan Islam?
Yang dimaksud dengan konsep Spiritual Quotient dalam perspektif Pendidikan Islam adalah bagaimana mencari konsep Spiritual Quotient yang tepat dalam perspektif Pendidikan Islam, dalam hal ini penulis memfokuskan pada format baru mengenai “Kecerdasan Spiritual” yang ditinjau dari pendekatan Islami.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui konsep umum tentang spiritual quotient
b) Untuk mengetahui konsep spiritual quotient dalam perspektif Pendidikan Islam
2. Kegunaan Penelitian
a. Bermanfaat bagi institusi pendidikan umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya, supaya lebih mempertimbangkan kecerdasan spiritual dalam implementasi proses belajar mengajar di sekolah. Artinya pendidikan bukan hanya mementingkan kecerdasan otak (IQ) saja, namun harus mempertimbangkan juga kecerdasan spiritual.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa STAIMA Kota Banjar pada umumnya dan mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIMA Kota Banjar Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada khususnya.
D. Tinjauan Pustaka
1. Analiss Teoritis
a. Danah Zahar dan Ian Marshall dalam SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistic untuk Memaknai Kehidupan, mengatakan bahwa SQ adalah kecerdasan jiwa, ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia utnuk menumbuhkan dan membangun dirinya secara utuh.[8]
b. Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya Emosional Spiritual Quotient (ESQ), secara khusus membahas bagaimana membangun suatu prinsip hidup dan karakter berdasarkan rukun iman dan rukun Islam, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kecerdasan emosi dan spiritual sekaligus langkah pelatihan yang sistematis dan jelas.[9]
c. Marsha Sinetar, dalam bukunya Spiritual Intellegence (Kecerdasan Spiritual),[10] dalam buku ini mendeskripsikan mengenai kecerdasan spiritual perspektif Marsha Sinetar, yang memandang SQ dari pendekatan Kristiani. Ia menekankan agar kecerdasan spiritual dimulai dan dilatih sejak dini, agar kesadaran diri bisa diraih oleh semua manusia yang selama ini hampir semua membutuhkan SQ. dalam bab lain juga disebutkan tentang sifat-sifat batin yang meningkatkan kebijaksanaan anak-anak, dan juga mengenai bagaimana membangun sifat-sifat ini pada masa dewasanya.
d. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU. Dalam bukunya Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam),[11] dalam buku ini dipaparkan secara jelas mengenai spiritual dalam pendidikan. Di mana pendidikan selama ini kurang memperhatikan aspek spiritual dalam pengajarannya. Sebab hal ini memang bertentangan dengan kebutuhan manusia akan nilai spiritual, yang sebenarnya bisa dikembangkan pada setiap individu peserta didik maupun bagi pendidik sendiri.
Jika memahami berbagai pendapat di atas, ternyata para tokoh tersebut lebih menekankan pada suatu kajian tekstual filosofis, oleh karena itu dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada tinjauan atau perspektif pendidikan Islam.
2. Kerangka Teoritik
Untuk mempermudah dalam memecahkan masalah yang akan penulis kaji dalma penelitian ini, maka perlu dideskripsikan kerangka teori mengenai konsep Spiritual Quotient ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam.
a. Konsep Umum Spiritual Quotient
Menurut Danah Zahar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi makna atau nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilau dan hidup manusia dalam konteks makna yang luas dan kaya.[12] Sedangkan menurut Ari Ginanjar, Spieritual Quotient (kecerdasan spiritual) adalah kemampuan seseorang dalam membangun hubungan yang bersifat vertikal.[13]
Pada awalnya kecerdasan spiritual ini dikembangkan oleh Danah Zahar (Harvard University) dan Ian Marshall (Oxford University). Tetapi istilah tersebut masih berkisar pada wilayah biologis dan psikologis semata. Ia belum menyentuh tataran ilahiyah yang bersifat transcendental. Kemudian baru yang disebutkan terakhir inilah dicetuskan oleh Ari Ginanjar, di mana ia menggambarkan konsep spiritual melalui pendekatan Ilahiyah, baik nilai spiritual dalam Rukun Iman maupun dalam Rukun Islam.
b. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ialah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.[14]
Pendidikan sejati adalah pendidikan hati, jika pendidikan yang selama ini lebih banyak menekankan segi-segi pengetahuan kognitif intelektual, pendidikan hati justru ingin menumbuhkan segi-segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang reflektif dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan spiritual membimbing kita untuk mendidik hati menjadi besar.[15] Islam mengajarkan umatnya untuk mencari hakekat kebenaran dan mencari ketenangan spiritual. hal ini senada dengan nama Islam itu sendiri, yang berupa Salam (Islam), artinya selamat, tenang, tentram, dan lain-lain.
Dari deskripsi kerangka teori di atas, maka penulis ingin mendapatkan gambaran tentang relevansi konsep Spiritual Quotient menurut Ari Ginanjar Agustian ditinjau dari perspektif Pendidikan Islam. Sebab, pendidikan Islam sebenarnya sesuai dengan konsep spiritual yang dikaji Ari Ginanjar, namun dalam prakteknya terkadang berbeda dan kurang memperhatikan aspek spiritualnya, sehingga siswa hanya menerima pengetahuan dalam bentuk kognitif saja.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan yang Digunakan
Karya ilmiah ini termasuk jenis penelitian library research, menurut Sutrisno Hadi adalah suatu riset kepustakaan atau penelitian murni.[16] Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber-sumber tertulis seperti buku-buku, majalah dan artikel. Dalam hal ini penulis mencari data dengan cara menelusuri dari buku-buku dan sejumlah tulisan perpustakaan dan menelaahnya dengan metode pendekatan tertentu.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh LExy J. Moloeng mengatakan bahwa metodologi kualitatfi sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis / lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.[17]
2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Prof. Drs. Sutrisno Hadi sebagaimana dikutip oleh Prof. Drs. Suharsimi Arikunto didefinisikan sebagai gejala yang berfariasi, misalnya jenis kelamin, karena jenis kelamin mempunyai variasi : laki-laki – perempuan; berat badan, karena ada berat 40 kg, 50 kg dan sebagainya.[18]
a. Variabel Independent, adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variable (X).[19] Dalam penelitian ini variabel independennya adalah Konsep Umum Spiritual Quotient.
b. Variabel Dependent, adalah variabel akibat yang biasa disebut variabel dengan variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variable (Y).[20] Adapun Pendidikan Islam adalah sebagai variabel dependent dalam penelitian ini.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer dan sekunder :
a. Sumber Primer, adalah sumber yang diperoleh langsung dari sumber utama.
b. Sumber Sekunder, sumber sekunder diperoleh atau diambil dari litaratur-literatur lain berupa buku-buku yang berkaitan erat dengan Spiritual Quotient dalam Perspektif Islam, yang ada hubungannya dengan judul skripsi yang penulis teliti.[21]
Sumber sekunder ini adalah merupakan literature-literatur dan buku-buku pendukung, yang akan penulis gunakan sebagai data tambahan, bahan analisis, interpretatif, dan juga sebagai bahan pembanding.
4. Metode Pengumpulan Data
Karena jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi tokoh yang masih hidup, maka pengumpulan data dilakukan denganmetode penelusuran kepustakaan.
Metode penelusuran kepustakaan yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan memahami, kemudian dikumpulkan dalam bentuk bab dan sub babnya guna mempermudah dalam menganalisa data.
5. Metode Analisis Data
Adapun untuk menganalisis keseluruhan data yang terkumpul, penulis menggunakan metode Deskriptif dan Interpreatif.
a. Metode deskriptif, digunakan untuk menjelaskan suatu fakta atau pikiran sehingga dapat diterima secara rasional.[22] Dalam hal ini kecerdasan spiritual perspektif Pendidikan Islam dikonsenterasikan, dipahami dan dipaparkan dengan apa adanya.
b. Analisis interpretasi, digunakan untuk menyelami isi buku baik secara ekplisit maupun implisit untuk dapat mengungkap makna yang terkandung di dalamnya. Menurut Anton Bakker, metode interpretasi yaitu menyelami isi buku untuk setepat mungkin mampu mengungkap arti dan makna uraian yang disajikan.[23]
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan diperlukan dalam rangka mengarahkan tlisan runtun, sistematis, dan mengerucut pada pokok permasalahan, sehingga akan memudahkan pembaca dalam memahami kandungan dari suatu karya ilmiah. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Pada bagian ini memuat : Halaman Sampul, Halaman Judul, Halaman Pernyataan, Halaman Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Persembahan, Halaman Motto, Abstraksi, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
1. Bagian Isi
Bab satu, Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab dua, Konsep Pendidikan Islam, mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut : definisi pendidikan Islam, dasar pendidikan Islam,tujuan pendidikan Islam dan tanggung jawab dalam pendidikan Islam.
Bab tiga, Konsep Spiritual Quotient dalam Perspektif Pendidikan Islam, yang mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut : definisi dan hakekat spiritual quotient, urgensi spiritual quotient, dan strategi pengembangan spiritual quotient.
Bab empat, Analisis Konsep Umum Spiritual Quotient ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam, yang meliputi analisis spiritual quotient tinjauan dari perspektif al-Qur’an, hadits maupun tinjauan para tokoh muslim.
Bab lima, Penutup. Bab terakhir ini berisikan : Kesimpulan dan Saran-saran.
Pada bagian akhir skripsi ini memuat : daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya Media, 1992)
Agustian Ari Ginanjar, Kata Pengantar, dalam buku Dr. M. Utsman Najati, yang berjudul “Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi), (Jakarta ; Penerbit Hikmah, Mei 2004)
Agustian Ari Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta : Arga Wijaya Persada, 2002)
Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991)
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT. Rineka Cipta Anggota IKAPI, 1998)
Bekker Anton, dkk., Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius (Anggota IKAPI) 1994)
Irawan Prayetno, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta : STIA-LAN Press, 1999)
Langgulung Hasan, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : PT Al Khusna Zikri, 1995)
Mulkhan Abdul Munir, SU, Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam), (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 2002)
Nawawi Hadari, Hakekat Manusia Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993)
Siregar Marasudin, “Manusia Menurut Ibnu Khaldun (Suatu Tinjauan Filosofis)” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996)
Sinetar Marsha, Spiritual Intelligensce (Kecerdasan Spiritual), (Jakarta : PT. Gramedia, 2001)
Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum, 2002)
Zahar Danah dan Ian Marshal, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2002)
OUT LINE SKRIPSI
BAB III Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan Skripsi
D. Kegunaan Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Metodologi Penulisan
G. Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II Konsep Pendidikan Islam
A. Definisi Pendidikan Islam,
B. Dasar Pendidikan Islam
C. Tujuan Pendidikan Islam
D. Tanggung Jawab Dalam Pendidikan Islam.
BAB III Konsep Spiritual Quotient Dalam Perspektif Pendidikan Islam
A. Definisi dan Hakekat Spiritual Quotient
B. Urgensi Spiritual Quotient
C. Strategi Pengembangan Spiritual Quotient.
BAB IV Analisis Konsep Umum Spiritual Quotient
A. Analisis Spiritual Quotient Tinjauan dari Perspektif Al-Qur’an Hadits Maupun Tinjauan Para Tokoh Muslim
B. Analisis Urgensi Spiritual Quotient Perspektif Pendidikan Islam pada zaman sekarang
BAB V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-saran.
[1] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikanm, (Jakarta : PT Al Khusna Zikri, 1995), hlm. 61
[2] Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya Media, 1992), hlm. 69
[3] Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual : Solusi Problem Filosofi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm. 347
[4] Danah Zahar dan Ian Marshal, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2002), hlm. 8
[5] Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum, 2002), hlm. 28
[6] Marasudin Siregar, “Manusia Menurut Ibnu Khaldun (Suatu Tinjauan Filosofis)” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 125
[7] Hadari Nawawi, Hakekat Manusia Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), hlm. 322
[8] Danah Zahar dan Ian Marshall, SW Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistic untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2002)
[9] Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta : Arga Wijaya Persada, 2002)
[10] Marsha Sinetar, Spiritual Intelligensce (Kecerdasan Spiritual), (Jakarta : PT. Gramedia, 2001)
[11] Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU, Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam), (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 2002).
[12] Danah Zahar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistic untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2002), hlm. 4
[13] Ari Ginanjar Agustian, Kata Pengantar, dalam buku Dr. M. Utsman Najati, yang berjudul “Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi), (Jakarta ; Penerbit Hikmah, Mei 2004), cet. VII, hlm. vii
[14] Prof.H.M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 10
[15] Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 28
[16] Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1981), hlm. 9
[17] Sutrisno Hadi, Ibid., hlm. 11
[18] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT. Rineka Cipta Anggota IKAPI, 1998), hlm. 97
[19] Ibid., hlm. 101
[20] Ibid
[21] Prayetno Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta : STIA-LAN Press, 1999), hlm. 65
[22] Prasetyo Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, hlm. 60
[23] Anton Bekker, dkk., Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius (Anggota IKAPI) 1994), hlm. 69
Komentar
Posting Komentar