TESIS,
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR AKIDAH AKHLAK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) PADA SISWA KELAS
VIIB MTS SULTAN FATAH GAJI GUNTUR DEMAK
SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2007/2008
Oleh:
Muhammad Salafudin Anur
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Prestasi belajar Akidak Akhlak setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada sisa kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak Semester 2 tahun ajaran 2007/2008. 2) Aktivitas belajar Akidah Akhlak setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak Semester 2 tahun ajaran 2007/2008.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR). Yaitu penelitian praktis yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah faktual yang dihadapi guru sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan pengelola pembelajaran yang diterapkan di MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak kelas VII B dengan jumlah siswa 33 yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data awal lewat nilai harian siswa, data prestasi belajar dengan tes objektif yang dilaksanakan di akhir siklus I dan siklus II yang sebelumnya telah diujicobakan terlebih dahulu di kelas VII C dan diuji validitasnya dengan menggunakan formula product moment, sedangkan uji reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus alpha cronbach.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Terdapat peningkatan prestasi belajar Akidak Akhlak setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada sisa kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak Semester 2 tahun ajaran 2007/2008. Materi pokok kisah-kisah keteladanan, pada pokok bahasan kisah teladan sahabat Bilal bin Rabah dan Amar bin Yasir mampu meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 33.72 % dari data awal atau siswa mengalami ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 72.72 %. Sedangkan pada siklus II pokok bahasan kisah teladan sahabat Umar bin Khattab, mampu meningkatkan prestasi belajar dari siklus I sebesar 15.15 % atau siswa mengalami ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 87-87 %. 2) Aktivitas belajar Akidah Akhlak dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak Semester 2 tahun ajaran 2007/2008 dapat meningkat, Peningkatan aktivitas belajar siswa dalam siklus I dan siklus II, secara berturut-turut sebesar; 60.38 % dan 81.53 %.
Hal ini menunjukkan bahwa, prestasi dan aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran Akidah Akhlak di kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak dapat ditingkatkan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together), dan tidak menutup kemungkinan dapat pula diterapkan pada mata pelejaran yang lain di semua lembaga pendidikan.
Kata Kunci: aktivitas, prestasi belajar, NHT (Numbered Head Together)
A. PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah oleh karena itu, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada kualitas pelaksanaan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar mengandung 4 komponen utama yang harus dipenuhi, yaitu kompanen tujuan, bahan/materi, metode dan penilaian.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pem-belajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan keterampilan. Di antaranya adalah keterampilan membelajarkan dan keterampilan mengajar[1]. Namun dalam menciptakan pembelajaran yang baik ini tentunya disesuaikan dengan budaya dan sumber-sumber yang dimilikinya, dengan sedikit rekayasa dari pendidik untuk men-jadikannya sebagai media/sumber belajar yang berdayaguna.
Metode sebagai salah satu komponen yang utama harus dipenuhi dalam proses belajar mengajar dan sebagai upaya perbaikan hasil belajar siswa dapat diupayakan secara maksimal dengan cara memilih metode yang tepat untuk suatu materi pelajaran. Guru perlu mengenal beraneka macam metode yang ada, agar dapat melakukan metode yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari pelajar tersebut.
Selama ini sering kita jumpai metode ceramah masih dominan digunakan para pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, juga adanya ketidak aktifan siswa dalam mengikuti pelajaran terutama mata pelajaran Akidah Akhlak. Siswa sekedar mengikuti pelajaran yang diajarkan guru di dalam kelas, yaitu dengan hanya mendengar ceramah dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik dan pertanyaan siswa kepada guru sebagai feed beack atau umpan balik. Demikian juga guru hanya mengejar waktu mengingat harus mengajarkan materi yang cukup banyak tetapi dengan jam pengajaran yang disediakan cukup singkat, tanpa mempedulikan siswanya paham atau tidak, Sehingga hal ini menjadikan siswa kurang tertarik mengikuti mata pelajaran Akidak Akhlak.
Jika permasalahan tersebut masih berlangsung terus menerus maka akan mengakibatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar terhambat. Siswa akan beranggapan bahwa belajar Akidah Akhlak bukanlah kebutuhan, hanya tuntutan kurikulum saja, karena siswa tidak mendapat makna dari belajar Akidak Akhlak yang dipelajari. Padahal pendidikan Akidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiap-kan dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan, dan pembiasaan. Oleh karena itu siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping itu dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan, pendidikan itu juga diarahkan pada peneguhan akidah di satu sisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa[2].
Berdasarkan pengamatan awal terhadap proses belajar mengajar dan prestasi belajar Akidah Akhlak di MTs Fatah Gaji Guntur Demak kelas VII B semester 2 tahun ajaran 2007/2008, ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya: 1) Model pembelajarannya masih satu arah (ceramah) belum bervariasi sehingga pelajaran yang seharusnya dikuasai dengan baik oleh peserta didik hasilnya kurang optimal hal ini dapat diketahui dari nilai ulangan harian hanya 39% dari jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 6.5. sebagai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang ditetapkan. 2) Aktivitas belajar siswa juga masih rendah yaitu 32 % siswa yang aktif dan 68 % orang siswa pasif, hal ini disebabkan karena siswa tidak merasa dilibatkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Darsono yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah siswa, oleh karena itu siswa harus aktif[3]. Oleh sebab itu guru dapat memantau aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga tingkat kesukaran dan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dapat diketahui oleh guru.
Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan di atas dibutuhkan proses pembelajaran yang tepat. Salah satu kesulitan siswa dalam mengikuti pembelajaran adalah disebabkan penggunaan model atau metode pembelajaran yang kurang mendapat perhatian anak didik, mungkin karena terlalu monoton, kaku, terkesan memaksa, bahkan tersedianya perangkat pembelajaran yang kurang atau ada tetapi belum difungsikan.
Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) bergantung pada model yang digunakan oleh gurunya. Jika model mengajar guru enak, maka siswa akan tekun, rajin, dan antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motoriknya dan gaya hidupnya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar Akidah Akhlak adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together). Peneliti memilih model pembelajaran ini karena mempunyai keunggulan di antaranya melibatkan siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut, meningkatkan keyakinan ide atau gagasan sendiri, meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik, mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan juga meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik.
B. PRESTASI BELAJAR
Kata prestasi belajar terdiri dari dua kata yakni prestasi dan belajar. Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie kemudian dalam Bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yaitu yang berarti “hasil usaha”[4]. Poerwadarminta mendefinisikan bahwa “prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang dilakukan atau dikerjakan“[5]. Defenisi di tersebut sejalan dengan pendapat Winkel yang menyatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang dicapai[6].
Sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungan-nya[7]. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kebiasaan, kemampuan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara proses belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya Soejanto menyatakan bahwa belajar adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan yang menyangkut banyak aspek, baik karena kematangan maupun karena latihan[8]. Perubahan ini memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang relatif lama tersebut disertai dengan berbagai usaha. Kemudian Morgan memberikan definisi belajar yaitu “Learning is relatively permanent change in behavior which occurs as result of experience or pratice”[9]. Yang berarti belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil dari pengalaman atau latihan.
Belajar merupakan suatu aktifitas jiwa yang sadar akan tujuan. Tujuan adalah terjadinya sesuatu perubahan dalam diri individu. Perubahan yang dimaksud tentu saja menyangkut semua unsur yang ada pada diri individu. Maka seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan lain sebagainya.
Dari beberapa pendapat para ahli pada intinya belajar merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang bersifat menetap.
Istilah prestasi selalu digunakan dalam mengetahui keberhasilan belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar merupakan suatu nilai yang menunjukan hasil yang tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu.
Dengan demikian, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbul, dengan istilah lain yakni prestasi.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses. Sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang diproses (masukan atau input), dan hasil dari pemprosesan (keluaran atau output). Jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis sistem. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus kita dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Di dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud masukan mentah atau raw input adalah siswa sebagai raw input siswa memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Mengenai fisiologis ialah bagaimana kondisi fisiknya, panca inderanya, dan sebagainya. Sedang yang menyangkut psikologis adalah: minat, tingkat kecerdasannya, bakatnya, motivasinya, kemampuan kognitifnya, dan sebagainya. Semua ini dapat mempengaruhi bagaimana proses dan prestasi belajarnya.
Muhibbin Syah menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa meliputi:
1. Faktor internal, diantaranya:
a. Aspek jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, misalnya: penglihatan, pendengaran, struktur dan sebagainya.
b. Aspek psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh dari usaha manusia. Aspek ini meliputi:
1) Tingkat kecerdasan /intelegensi siswa
2) Sikap siswa
3) Bakat siswa
4) Minat siswa
5) Motivasi siswa
2. Faktor eksternal meliputi:
a. Faktor sosial yang terdiri atas:
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan masyarakat
3) Lingkungan sekolah
4) Lingkungan kelompok.
b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.
d. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
3. Faktor pendekatan belajar
Pendekatan belajar diartikan sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu[10].
Di samping itu, masih ada lagi faktor lain yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang dapat diikhtisarkan sebagai berikut:[11]
Alam
Lingkungan
Sosial
Luar Kurikulum/Bahan
pelajaran
Guru/Pengajar
Instrumental Sarana dan Fasilitas
Administrasi/
Manajemen
Faktor Kondisi fisik
Fisiologi
Kondisi panca indera
Dalam Bakat
Minat
Psikologi Kecerdasan
Motivasi
Kemampuan kognitif
Faktor-faktor di atas, antara satu dengan yang lainnya memiliki posisi saling terkait dan tidak ada satu pengaruh yang paling dominan di antara pengaruh-pengaruh yang ada. Sebagai contoh, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi atau dapat disebut sebagai anak dalam golongan gifted child atau talented child,[1] jika di dalam proses pembelajaran, kemampuan yang dimiliki tidak dapat terakomodasi secara layak dan tepat maka anak tersebut akan mengalami kesulitan belajar, yang pada akhirnya tidak akan mampu mencapai prestasi belajar dengan baik. Begitu pula sebaliknya, jika seorang siswa memiliki kecerdasan yang sedang, akan tetapi dia mendapat bimbingan seorang guru yang tepat, mempunyai motivasi belajar yang tinggi dan dapat perhatian serta dukungan dari orang tua yang memadai, maka siswa tersebut akan mampu meraih prestasi yang baik. Dengan demikian dapat dipahami prestasi dan aktivitas belajar dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari diri siswa sendiri (internal) maupun yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) dan antara satu dengan yang lain saling berkaitan, karena pengaruhbfaktor-faktor tersebut mucul siswa yang mempunyai prestasi tinggi, sedang, maupun rendah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Faktor-faktor tersebut dalam banyak hal sering saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut muncul siswa yang berprestasi tinggi dan siswa yang berprestasi rendah atau gagal sama sekali.
C. AKTIVITAS BELAJAR SISWA
Aktivitas berasal dari bahasa inggris activity yang berarti kegiatan. Sanjaya berpendapat bahwa belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan[12]. Karena itu, strategi pembelajaran harus mendorong aktivitas siswa. Aktivitas disini tidak sebatas pada aktivitas fisik saja, namun juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Dengan demi-kian aktivitas disini diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar.
Dari semua asas didaktik boleh dikatakan “aktivitaslah asas yang terpenting oleh sebab itu belajar sendiri merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan tak mungkin seorang belajar”[13]. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran perlu ditekankan adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional. Di dalam pembelajaran siswa dibina dan dikembangkan keaktifannya melalui tanya jawab, berfikir kritis, diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam pelaksanaan praktikum, pengamatan dan diskusi juga mempertanggungjawabkan segala hasil dari pekerjaan yang ditugaskan.
Macam-macam Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar dapat dilakukan di mana saja, di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang dominan untuk mengambangkan aktivitas belajar siswa. Hamalik mengutip pendapat Paul B. Diedrich membagi aktivitas menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, meng-hubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi bertanya, memberi se-suatu, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
3. Kegiatan-kegaiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian, bahan, men-dengarkan percakapan, atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu per-mainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, pea dan diagram.
6. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model persepsi, bermain, berkebun, dan beternak.
7. Kegiatan-kegiatan mental: menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat dukungan, mengambil keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya[14].
Siswa merupakan obyek yang melakukan belajar, oleh karena itu siswa harus aktif tidak boleh pasif. Dengan bantuan guru siswa harus mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemeran utama. Mengajar pada hakekatnya adalah membimbing aktivitas siswa. Aktivitas siswa sangat diperlukan dalam belajar, agar belajar menjadi lebih efektif dan mencapai hasil yang optimal.
Seorang siswa berfikir sepanjang ia mau berbuat. Sehingga jika ada seorang siswa yang ingin memecahkan sesuatu masalah ia harus berfikir sesuatu dengan langkah-langkah tertentu, dengan demikian belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis.
Aktivitas fisik adalah siswa giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bekerja, ia tidak hanya mendengarkan atau melihat atau hanya pasif. Sedangkan aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran[15]. Seluruh peranan dan kemauan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal sekaligus mengikuti proses pengajaran (proses perolehan hasil pelajaran) secara aktif: ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, mengasosiasikan ketentuan satu dengan yang lainnya, dan sebagainya.
Pada saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu keduanya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan, sebagai contoh seorang siswa yang sedang menbaca, secara fisik terlihat bahwa orang tersebut menghadapi sebuah buku tetapi mungkin pikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada buku yang dibaca. Kalau sudah demikian maka belajar tidak akan optimal. Misalnya ada siswa yang berfiir tentang suatu ide atau gagasan, tetapi tidak disertai dengan aktifitas fisik untuk mewujudkan ide tersebut, maka ide tersebut tadi tidak berguna.
Tanpa aktivitas, belajar tidak akan memberi hasil yang baik. Aktivitas itu sendiri tidak hanya aktivitas jasmani, melainkan juga aktivitas rohani, dan kedua-nya harus berhubungan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar
Dalam aktivitas belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Arden N. Frandsen dalam Suryabrata mengatakan bahwa hal-hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut:
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar[16].
Melihat ada beberapa hal yang mendorong siswa melakukan belajar, maka ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk membangkitkan aktivitas belajar siswa sebagaimana yang diuraikan oleh Mulyasa sebagai berikut:
- Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya me-narik, dan berguna bagi dirinya.
- Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan
- Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi, dan hasil belajarnya.
- Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan
- Manfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu, dan ambisi peserta didik
- Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misal-nya perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.
- Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memper-hatikan kondisi fisik, memberi rasa aman, menunjukkan bahwa guru mem-perhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri[17].
Aktivitas belajar siswa tidaklah terpisah satu dengan yang lain. Dalam setiap aktivitas motoris terkandung aktivitas mental disertai dengan perasaan tertentu, dan seterusnya. Setiap pelajaran terdapat berbagai aktivitas yang dapat diupayakan.
Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa, segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat dan sebagainya) sendiri dan pengalaman sendiri. Jiwa itu dinamis, memiliki energi sendiri dan dapat menjadi aktif sebab didorong oleh kebutuhan-kebutuhan.
Guru hanyalah merangsang keaktivan siswa dengan jalan menyajikan bahan pelajaran, yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik itu sendiri sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-masing. Belajar adalah suatu proses di mana peserta didik harus aktif.
D. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)
Menurut Eggen dan kauchank, model pembelajaran adalah “pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran”[18]. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke clearer centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan”[19].
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT (Numbered Head Together) pertama kali dikembangkan oleh “Spencer Kagan pada 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”[20].
Model pembe-lajaran NHT ini merupakan salah satu dari sekian banyak teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang memeberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berkomunikasi secara aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Lie, bahwa model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat[21]. Selanjutnya Lie juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka dan bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia didik.
Terdapat empat tahap pelaksanaan teknik Numbered Head Togeder yaitu “penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab”.[22] Rencana pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penomoran
Guru membagi siswa kehendak dalam kelompok 3-5 orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
2. Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan spesifik atau memberi tugas kelompok kepada siswa.
3. Berpikir bersama
Setiap kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan tiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
4. Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sama melaporkan hasil kerjasama kelompoknya untuk seluruh kelas. Pada sesi ini siswa tidak diperbolehkan lagi berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Hal ini dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk berpartisipasi ketika diskusi kelompok agar dapar mengetahui jawaban dari pertanyaan sehingga ketika nomornya dipanggil, siswa tersebut dapat menjawab dengan baik.
Dalam model pembelajaran kooperatif, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa dapat melihat guru atau papan tulis dengan jelas serta melihat rekan sekelompoknya dengan baik dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok-kelompok yang dibentuk ini dapat berada dalam posisi dekat satu sama lain tetapi tidak mengganggu antara satu kelompok dengan kelompok lainnya[23].
E. PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DENGAN MODEL KOOPERATI TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dalam mata pelajaran Akidah Akhlak harus disesuaikan dengan tujuan dan standar kompetensi dari materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Disamping itu, berdasarkan tuntutan kurikulum KTSP bidang studi Akidah Akhlak tahun 2007, pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran secara kelompok yang berbasis pada keterampilan proses dan aktivitas siswa yang berorientasi pemecahan masalah berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan menggunakan metode ilmiah untuk memahami, menghayati serta mengamalkan materi pelajaran Akidah Akhlak.
Model pembelajaran Akidah Akhlak yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) yang merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Cara penerapan model pembelajaran ini, siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 1-5 anggota lalu diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan melalui buku bacaan atau referensi-referensi yang berkaitan dengan pelajaran yang telah disediakan, Guru mengajukan pertanyaan spesifik atau memberi tugas kelompok kepada siswa, kemudian setiap kelompok mencari dan memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan tiap anggota kelompok mengetahui jawabannya, guru memanggil suatu nomor tertentu kemudian siswa yang nomornya sama melaporkan hasil kerjasama kelompoknya untuk seluruh kelas. Pada sesi ini siswa tidak diperbolehkan lagi berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Hal ini dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk berpartisipasi ketika diskusi kelompok agar dapar mengetahui jawaban dari pertanyaan sehingga ketika nomornya dipanggil, siswa tersebut dapat menjawab dengan baik.
Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
F. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR). Yaitu “penelitian praktis yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah faktual yang dihadapi guru sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan pengelola pembelajaran”[24]. Tujuannya untuk melakukan perubahan pada semua peserta didik sebagai subyek penelitian dan perubahan situasi tempat penelitian dilakukan guna mencapai perbaikan praktek secara berkelanjutan.
Sedangkan Kemmis dalam bukunya Wiriaatmadja menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini[25].
Secara ringkas, penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan sesuatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
Menurut Kemmis dan Taggart Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui empat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang yang merupakan ciri penelitian tindakan. Keempat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam setiap siklus tersebut berupa: 1) rencana tindakan (action plan), 2) tindakan (action), 3) pengamatan (observation), 4) refleksi (reflection)[26]. Keempat rangkaian kegiatan dalam siklus berulang tersebut sebagaimana tampak pada gambar berikut ini:
|
|
Alur Pelaksanaan PTK
Kendati pada gambar siklus di atas terdiri dari 2 siklus, akan tetapi banyaknya siklus bukanlah sesuatu yang pasti, karena jumlah tersebut diambil berdasarkan pertimbangan dalam refleksi apakah sesuatu yang ditargetkan sudah tercapai atau belum. Dengan demikian, bila target belum tercapai maka dimungkinkan dapat ditambah menjadi 3 siklus dan seterusnya.
a. Setting Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di Kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2007/2008. Dimulai dari tanggal 6-27 Maret 2008.
b. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak yang berjumlah 33 siswa yang terdiri dari 19 siswa putra dan 14 siswa putri. Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan guru Akidah Akhlak yang sekaligus sebagai mitra (kolaborator peneliti).
c. Variabel Penelitian
Istilah “variabel” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian, F.N. Kerliner dalam bukunya Arikunto menyebut “variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran”[27].
Variabel menunjukkan pada “gelaja, karakteristik, atau keadaan yang kemunculannya berbeda-beda pada setiap subjek”[28]. Begitu juga Sugiono menjelaskan bahwa “variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati”[29]. Dalam penelitian yang mempelajari pengaruh suatu treatment, terdapat variabel penyebab (X) atau variabel bebas (independent variable) dan variabel akibat (Y) atau variabel terikat (dependent variable)[30].
Karena penelitian ini berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Akidah Akhlak Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pada Siswa Kelas VII B MTs Sultan Fatah Gaji Guntur Demak Semester 2 Tahun Ajaran 2007/2008” maka variabel-variabel pada penelitian ini adalah:
X : Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together)
Y1 : Prestasi Belajar siswa
Y2 : Aktivitas Belajar siswa
G. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data yang diperoleh, pembelajaran Akidah Akhlak di MTs Sultan Fatah Gaji selama ini belum mencapai keberhasilan yang memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang ditetapkan yaitu 85% dari jumlah siswa. Rangkuman hasil ulangan harian Akidah Akhlak siswa kelas VII B ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Hasil Ulangan Harian Siswa Kelas VII B
No | Hasil Tes | Pencapaian |
1 | Nilai tertinggi | 76 |
2 | Nilai terendah | 40 |
3 | Nilai rata-rata | 60 |
4 | Jumlah siswa yang tuntas belajar | 13 |
5 | Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar | 20 |
6 | Prosentase ketuntasan belajar secara klasikal | 39 % |
Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui bahwa rata-rata hasil ulangan harian Akidah Akhlak siswa kelas VII B adalah 60 sedangkan ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 39 %. Hasil ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal masih rendah.
Kemudian setelah diterapkannya model belajar kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together), pada akhir siklus I dan 2 dilakukan tes akhir yang berfungsi untuk mengukur kemampuan/prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2 Perolehan Prestasi Belajar Siswa Siklus I
No | Keterangan | Perolehan |
1 | Nilai terendah | 50 |
2 | Nilai tertinggi | 87 |
3 | Nilai rata-rata kelas | 69 |
4 | Jumlah siswa yang belum tuntas belajar | 9 |
5 | Jumlah siswa yang tuntas belajar | 24 |
6 | Presentase ketuntasan belajar | 73 % |
Hasil prestasi belajar siswa pada siklus kedua ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3 Perolehan Prestasi Belajar Siswa Siklus II
No | Keterangan | Perolehan |
1 | Nilai terendah | 54 |
2 | Nilai tertinggi | 96 |
3 | Nilai rata-rata kelas | 75.06 |
4 | Jumlah siswa yang belum tuntas belajar | 4 |
5 | Jumlah siswa yang tuntas belajar | 29 |
6 | Presentase ketuntasan belajar | 87,87% |
Hasil observasi penilaian aktivitas belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
No | Keterangan | Skor I | Skor II | Skor rata-rata |
1 | Siswa memperhatikn petunjuk penerapan model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) yang diberikan guru | 4 | 4 | 4 |
2 | Mendengarkan uraian guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai | 3 | 4 | 3.5 |
3 | Siswa yang mendengarkan pertanyaan/tugas yang diberikan guru | 3 | 3 | 3 |
4 | Siswa yang mengerjakan mengerjakan pertanyaan/tugas dari guru | 2.5 | 3 | 2.75 |
5 | Siswa membantu kesulitan teman satu kelompok | 2 | 2 | 2 |
6 | Siswa bertanya kepada guru | 2 | 2 | 2 |
7 | Siswa memberikan sumbangsih jawaban pertanyaan pada kelompok | 3 | 3.5 | 3.25 |
8 | Siswa memperhatikan informasi hasil diskusi dalam kelompok | 3 | 3 | 3 |
9 | Siswa memperhatikan keterangan guru | 3 | 3.5 | 3.25 |
10 | Siswa aktif dalam diskusi kelompok | 3 | 3 | 3 |
11 | Siswa menjaga ketenangan kelas selama pembelajaran | 3 | 3 | 3 |
12 | Siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran | 3 | 4 | 3.5 |
13 | Siswa mencatat rangkuman materi yang telah dipelajari | 2.5 | 3.5 | 3 |
Jumlah Skor | 37 | 41.5 | 39.25 | |
Presentase | | | 60.38% |
Hasil observasi penilaian aktivitas belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5 Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
No | Keterangan | Skor I | Skor II | Skor rata-rata |
1 | Siswa memperhatikn petunjuk penerapan model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) yang diberikan guru | 4 | 5 | 4,5 |
2 | Mendengarkan uraian guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai | 4 | 4 | 4 |
3 | Siswa yang mendengarkan pertanyaan/ tugas yang diberikan guru | 4 | 4,5 | 4,25 |
4 | Siswa yang mengerjakan mengerjakan pertanyaan/ tugas dari guru | 4 | 4,5 | 4,25 |
5 | Siswa membantu kesulitan teman satu kelompok | 3,5 | 4 | 3,75 |
6 | Siswa bertanya kepada guru | 3 | 3 | 3 |
7 | Siswa memberikan sumbangsih jawaban pertanyaan pada kelompok | 4 | 4 | 4 |
8 | Siswa memperhatikan informasi hasil diskusi dalam kelompok | 4 | 4,5 | 4,25 |
9 | Siswa memperhatikan keterangan guru | 3,5 | 4,5 | 4 |
10 | Siswa aktif dalam diskusi kelompok | 5 | 5 | 5 |
11 | Siswa menjaga ketenangan kelas selama pembelajaran | 4 | 4 | 4 |
12 | Siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran | 4 | 5 | 4,5 |
13 | Siswa mencatat rangkuman materi yang telah dipelajari | 4 | 4 | 4 |
Jumlah Skor | 48 | 55 | 53.5 | |
Presentase | | | 82,30% |
Komentar
Posting Komentar